“Beberapa
hal yang harus diantisipasi dan direspon oleh APIP antara lain perubahan
lingkungan internal, perubahan proses bisnis, perubahan peraturan dan
lingkungan hukum, serta perubahan kebutuhan dan harapan pemangku kepentingan”.
Hal tersebut dikatakan Menteri Keuangan, M. Chatib Basri saat memberi arahan
pada Konferensi AAIPI. (12/6/2014).
Menteri Keuangan, M. Chatib Basri, membuka
Konferensi Assosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI), di Gedung
Dhanapala, Lapangan Banteng, Jakarta (12/6/2014). Konferensi kali kedua ini
bertema “Penerapan Paradigma Baru Pengawasan untuk Memenuhi
Ekspektasi Pemangku Kepentingan dan Mengantisipasi Implikasi Hukum atas
Kebijakan Publik”.
Dalam arahannya, Menteri Keuangan mengatakan bahwa
reformasi yang dilakukan dalam berbagai bidang, politik, ekonomi, keuangan
negara, dan birokrasi, telah menampakkan hasil yang cukup baik.
Dalam bidang keuangan negara, terlihat adanya
peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara. M. Chatib Basri mengatakan
demikian karena hasil pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga tahun 2013 menunjukkan perkembangan yang baik, dari 86
entitas yang telah diselesaikan pemeriksaannya, 65 entitas (75,58%) telah
mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Demikian pula untuk Laporan-laporan Keuangan Pemerintah
Daerah, menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Peningkatan
kualitas pelaporan keuangan ini merepresentasikan telah adanya komitmen dan
upaya yang besar dari seluruh kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk meningkatkan
akuntabilitas atas pengelolaan keuangan negara.
Untuk
kemajuan ini, APIP juga telah memberikan kontribusi dengan cara melakukan
asistensi dan reviu dalam penyusunan laporan keuangan serta memberikan saran
untuk perbaikan pengelolaan keuangan negara.
Di sisi lain, reformasi birokrasi telah
menampakkan hasil berupa pembenahan proses bisnis, penyederhanaan birokrasi,
dan peningkatan etika dan perilaku aparat pemerintah. Walaupun demikian, berbagai
upaya tetap harus dilakukan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan bernegara.
Berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan internal dan eksternal pemerintah
dapat menjadi sumber risiko yang dapat berimplikasi pada pencapaian tujuan
pemerintah.
M. Chatib Basri juga menguraikan beberapa hal
terkait semakin besarnya anggaran
dan kompleksitas pengelolaan keuangan negara. Pada APBN tahun 2014 pendapatan telah mencapai Rp 1.667
triliun dan belanja sebesar Rp 1.842 triliun. Terjadinya perbedaan
antara realisasi indikator ekonomi makro dengan asumsi yang digunakan dalam
penyusunan APBN tahun 2014 menyebabkan tekanan yang besar pada APBN.
Penghematan atas anggaran belanja Kementerian/Lembaga merupakan salah satu langkah
yang terpaksa dilakukan Pemerintah atas adanya peningkatan kebutuhan untuk
subsidi BBM
sebagai dampak atas meningkatnya
penggunaan BBM dan semakin terbatasnya sumber daya alam minyak bumi.
Perubahan-perubahan tersebut patut menjadi
perhatian dan direspon APIP agar dapat selalu memberikan nilai tambah bagi
organisasi, kata Menteri Keuangan. Pencapaian tujuan organisasi di tengah arus
perubahan yang semakin cepat menuntut APIP untuk berperan serta secara aktif
dan intensif sesuai dengan bidang tugas Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
tempatnya bernaung.
APIP diharapkan berperan membantu organisasi
mencapai tujuan melalui pendekatan yang sistematis untuk mengevaluasi dan
meningkatkan efektivitas proses
manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola. Untuk dapat melaksanakan
perannya secara efektif, APIP dituntut untuk selalu mengembangkan kompetensi,
meningkatkan independensi dan objektivitasnya serta mengantisipasi setiap
perubahan yang dapat berimplikasi pada pencapaian tujuan organisasi.
Menteri Keuangan meminta kepada APIP, beberapa
hal yang harus diantisipasi dan direspon. Antara lain perubahan lingkungan
internal, perubahan proses bisnis, perubahan peraturan dan lingkungan hukum,
serta perubahan kebutuhan dan harapan pemangku kepentingan, kata Menteri
Keuangan.
Sebagai cerminan tingkat kapasitas dan
kapabilitas APIP, hasil penilaian dengan menggunakan Internal Audit Capability Model (IACM) yang dilakukan BPKP tehadap
APIP Pusat dan Daerah menunjukkan hasil bahwa dari 5 tingkatan, 93,96% atau 311
APIP Pusat/Daerah masih berada pada tingkat 1 (initial), 5,74% atau 19 APIP Pusat/Daerah pada tingkat 2 (infrastructure), dan 1 APIP atau 0,30% pada
tingkat 3 (integrated). Hal ini
menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya masif untuk terus meningkatkan
kapabilitas APIP menuju tingkat 4 (managed)
dan 5 (optimizing).
Salah satu strategi yang dapat diterapkan
dalam rangka peningkatan kapabilitas APIP adalah melalui perubahan paradigma
APIP yang dilakukan dengan memperluas peran sebagai konsultan; memperluas
kegiatan asurans sampai mencakup audit kinerja dan audit investigasi;
menerapkan risk-based audit planning yang
memperhatikan kebutuhan dan ekspektasi pemangku kepentingan; memberikan
"rekomendasi kebijakan" yang bersifat pencegahan dan jangka panjang.
Perubahan paradigma pengawasan tidak berarti
bahwa APIP dapat meninggalkan peran sebagai penjaga dengan tetap melakukan aktivitas
inspeksi, observasi, perhitungan, cek dan ricek yang bertujuan untuk memastikan
ketaatan/kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah
ditetapkan. Dalam perannya sebagai penjaga,
APIP melakukan compliance audit dan memberikan
saran koreksi atau perbaikan apabila ditemukan penyimpangan dalam audit. Peran ini biasanya menghasilkan saran/rekomendasi yang
mempunyai impact jangka pendek. Oleh karena itu, APIP perlu
memperluas perannya agar dapat memperbesar nilai tambah (added value) bagi organisasi melalui pemberian rekomendasi yang
memberikan impact jangka menengah
maupun jangka panjang.
Selain sebagai penjaga, APIP diharapkan dapat menjalankan
peran sebagai konsultan. Dalam kapasitas sebagai konsultan, APIP diharapkan
dapat memberikan manfaat berupa pemberian nasihat dalam pengelolaan sumber daya
organisasi sehingga dapat membantu tugas para manajer operasional. Proporsi
pelaksanaan pengawasan mulai diberikan kepada audit kinerja dengan tujuan untuk
menyakinkan bahwa organisasi telah memanfaatkan sumber daya organisasi secara
ekonomis, efisien dan efektif (3E) dalam rangka pencapaian tujuannya. Melalui
pelaksanaan peran sebagai konsultan inilah, APIP dapat memberikan rekomendasi
yang bersifat preventif dan perbaikan
untuk jangka
menengah dan jangka panjang.
Agar pengawasan yang dilakukan dapat
memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan, APIP harus memiliki
pemahaman yang memadai atas proses bisnis organisasi sehingga dapat memetakan
risiko dengan tepat, melibatkan pemangku kepentingan dalam penyusunan
perencanaan pengawasan, dan mengkomunikasikan hasil pengawasan secara lengkap
dan tepat waktu kepada pemangku kepentingan. Menyadari pentingnya peningkatan
kapabilitas dan efektivitas APIP, dalam Konferensi Auditor Internal ini
diharapkan dapat didiskusikan langkah-langkah strategis terkait hal tersebut di
atas.
Hal lain yang perlu diantisipasi APIP agar
dapat melaksanakan tugasnya secara efektif adalah dinamika lingkungan hukum
yang dapat mempengaruhi organisasi. Dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara
serta dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, instansi pemerintah seringkali
harus membuat kebijakan yang menyangkut masyarakat luas. Kebijakan publik ini
merupakan produk pemerintah, termasuk lembaga pemerintah, yang ditujukan untuk
memberikan arah dan pedoman untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan
yang terkait dengan proses penyelenggaraan pemerintahan. Berbagai persoalan
muncul di ranah hukum ketika kebijakan publik menuai persoalan saat diterapkan
di lapangan dan menjadi sorotan masyarakat luas karena adanya potensi
penyalahgunaan wewenang.
Dalam membuat kebijakan publik, penyelenggara
negara diharapkan berusaha sekeras mungkin membuat kebijakan yang sesuai dengan
aturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, penerapan prinsip
kehati-hatian yang dilandasi dengan itikad baik merupakan syarat utama dalam
suatu pengambilan kebijakan publik. Namun demikian, tidak ada jaminan bahwa
penerapan prinsip tersebut dapat mengeliminasi potensi permasalahan hukum di
kemudian hari. Sebagai contoh, belum ada kepastian apakah seorang pengambil
kebijakan publik dapat terlepas atau justru terjaring jerat kriminalisasi
apabila keputusan yang diambilnya ternyata mengakibatkan kerugian negara.
Dalam konferensi ini diharapkan dapat
diperoleh pemahaman mengenai kriteria kesalahan dalam pengambilan kebijakan
publik. Putusan bersalah bagi seorang pembuat kebijakan apakah hanya
berdasarkan pada ada tidaknya unsur merugikan keuangan negara atau
menguntungkan pihak tertentu, ataukah juga mempertimbangkan ada tidaknya vested interest atau benturan
kepentingan (conflict of interest)
dalam pembuatan kebijakan. Di samping itu, diharapkan juga dapat diperoleh wawasan
mengenai apakah pelanggaran di ranah hukum administrasi negara dapat dikategorikan
perbuatan melawan hukum di ranah hukum pidana.
Selanjutnya, apabila APIP telah memperoleh
pemahaman yang cukup terkait implikasi hukum dalam pengambilan kebijakan
publik, diharapkan APIP dapat merumuskan langkah-langkah strategis yang perlu
dilakukan untuk mengantisipasi dan membantu meminimalisasi risiko terjadinya
permasalahan hukum di lingkup instansi masing-masing. APIP harus dapat
memberikan masukan kepada pembuat kebijakan mengenai risiko yang mungkin
terjadi dan upaya preventif yang perlu dipertimbangkan agar pembuat kebijakan
tidak terjerembab dalam pelanggaran hukum. Pemberian pertimbangan seperti ini
akan meningkatkan peran APIP dalam memberikan asistensi dan konsultasi aspek
kebijakan publik. Selain itu, di masa mendatang APIP diharapkan dapat melakukan
evaluasi secara komprehensif atas kebijakan publik, terutama untuk aspek hukum
atas kebijakan tersebut. Untuk itu, APIP perlu merumuskan suatu metode evaluasi
yang tepat serta senantiasa mengembangkan kompetensi agar dapat melakukan
evaluasi kebijakan publik yang bernilai tambah.
Menteri Keuangan yakin APIP yang dalam satu
dekade terakhir sangat gencar menggalakkan perubahan paradigma pengawasan serta
giat meningkatkan kompetensi dan kualitas pengawasannya, dapat menjadi mitra strategis
manajemen dalam memastikan pencapaian tujuan instansi pemerintah secara
efektif. Dengan selalu mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam lingkungan
instansi pemerintah, termasuk perubahan lingkungan hukum, APIP akan dapat
memberikan rekomendasi yang benar-benar memberikan nilai tambah dan memenuhi
ekspektasi para pemangku kepentingan.
M. Chatib Basri juga berharap Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI)
dapat menjadi organisasi profesi yang terus meningkatkan kualitas APIP untuk
perbaikan pengelolaan keuangan dan kinerja instansi-instansi pemerintah. Selain
itu, ia berharap Konferensi AAIPI ke dua tersebut dapat memberikan sumbangan
positif. M. Chatib Basri mengatakan bahwa jika tahun lalu (28 Agustus 2013) konferensi
yang sama telah menghasilkan rumusan yang konkrit bagi unit APIP yang berisi
panduan dalam meningkatkan kualitas pengawasan dalam tata kelola penganggaran,
pelaksanaan anggaran, sampai pertanggungjawaban anggaran, maka pada
konferensi tahun ini diharapkan dapat
menghasilkan rumusan yang konkrit mengenai alternatif langkah-langkah strategis
untuk meningkatkan peran APIP dalam melaksanakan fungsi asurans dan konsultasi.
(Diana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar